Gerhana
Oleh: Siryatillah (VI)
Sudah 5 tahun semenjak dia keluar dari dunia ini. Kini usiaku mendekati 23 tahun.
Sebagai seorang wanita karir, memimpin
sebuah perusahaan industri aku harus mengenyampingkan masalah pribadi menjadi
seorang yang profesional.
Ruang yang luas, tanpa komputer, tanpa
dokumen, tanpa karyawan, aku selalu menyempatkan diri kesana. Taman sebuah
tempat yang menjadi ruang ternyaman dan tenang mengenang ruang waktu yang telah
lampau bersamanya.
Sinar sang raja siang menghambat
penglihatanku kelangit. Perlahanku tutup mataku dan rasakan hembusan angin yang
bersiul ditelingaku, ”tap..tap..tap”. Hentakan sepatu semakin lama semakin
keras, namun kuacuhkan.
Bagai gerhana, ia menutupi pantulan
cahaya si raja siang ke wajahku. Terganggu, perlahan ku buka mata agar ku tau
siapa gerhana itu. Terkejut. Mengetahui siapa dia, perasaanku kacau, fikiranku
tak jernih. Dan melintas di benakku, “bagaimana
bisa orang yang telah tiada hidup lagi?”. Mataku berkaca-kaca menatapnya tanpa
berkedip.
“Permisi !” sahut nya padaku.
“ya ada
apa?”
“maaf sebelum nya kalau saya
mengganggu?”
Dari nada bicaranya, sepertinya dia
tidak mengenaliku. Mungkin dia bukan orang yang kufikirkan.
“Gak apa-apa
kok. Ada apa?” “Ada yang dapat saya bantu?”
”Iya saya
ingin bertanya, butik Viona mana ya?”
“Kenpa
kamu nanya butik itu?”. “Ada urusan apa kamu disana ?” tanyaku risih karna
butik itu milik adik mama atau tanteku.
”Em, saya
seorang fotografer, hari ini saya ada pemotretan disana. Tapi, kertas yang
berisi alamat itu hilang. Kebetulan saya melihat anda disini, jadi saya
bertanya pada anda”
“Kamu
lurus aja, belok kanan. Nanti ada bank BRI, nah di samping itu butiknya”
“Baik saya
mengerti, terima kasih banyak”
“Yap, sama-sama”
Lelaki itu
berjalan sesuai arahanku.
Aneh! Apa
ada magnet padanya? Pandanganku tak mau lepas. Tapi orang itu sangat mirip
dengannya.
“rzzz rzzz”, getar HP-ku mengalihkan
perhatianku. Ku angkat panggilan masuk di HP-ku
“Ada apa?”
“Maaf direktur, ini saya Alif. Anda
harus ke kantor segera! Karena rapat pemasaran akan dimulai” jelasnya dengan
tegas.
Tanpa harus berfikir panjang, langsung
ku berdiri menuju arah berlawanan dari orang itu.
******
Malam sudah sangat larut. Namun aku
baru keluar dari kantor dan pulang ke rumah. Esoknya, hari liburku. Awalnya ku
ingin memenuhi hari libur ini dengan beristirahat. Tetapi seekor lalat datang
dan menekan bel rumahku, “ting...tong...”
Begitu lelah. Aku enggan
keluar dari selimutku. Akan tetapi lalat
itu menekan lagi. Bagai seekor semut terbawa arus, ku terpaksa membukakan
pintu untuknya. Ya ampun, kenapa dia
datang kesini? Dariman dia tau namaku? Aku sampai tak bisa berfikir apapun.
”Kamu...yang
di taman itu bukan?!”, ujarnya senang masih mengingatku.
”Iya”
balasku kaku di depannya.
“Ternyata
kamu keponakan pemilik butik itu?”
“Ah...ii...iya.
Maaf, aku gak bilang itu sebelumnya”
“Gak
papa...sekarang aku bisa nyesuain diri sama kamu”
Sekilas sesuatu menusuk setiap neuron
dikepalaku. Memalukan. Kacau, kusut, berantakan, 3 kata itu yang pantas menggambarkan
keadaanku .
”Ah iya.
Kalau gitu, aku ganti baju dulu yah. Kamu bisa nunggu kan?” ujarku dengan rasa percaya diri yang mulai mencuit.
“Tentu” balasnya singkat.
Baju, rambut, wajah, semuanya siap
dengan mental tinggi. Ku datangi dia. Awalnya ku berikan minuman lalu memulai
pembicaraaan.
”Ngomong-ngomong,
kenapa kamu bisa ada di sini?” tanyaku penasaran.
“Jadi begini, model yang ikut
pemotretan kemaren nggak bisa datang kemaren. Dan pemilik butik bilang, dia
punya keponakan yang bisa di jadikan model. Tapi dia tidak bisa datang kesini. Jadi aku sendiri yang datang”
Hah ..... tante benar-benar lah. Ini
kan waktu waktu bebas ku. Tapi...........aku menerimanya. Karena tak ingin
menyesalinya.
“Oke. Tapi
sebelum nya, namaku Rakka. Kamu?”
Rakka?
Rakka, Rikki nama mereka juga mirip.
“Namaku
Aira”
“Ya sudah,
kita pergi sekarang“
“Tentu”
Kami,
selang waktu yang berlalu Rakka hanya membawa ku pergi. Kemana? Bukankah
pemotretannya disini? Aku hanya mengikuti arah angin yang menarikku.
Taman, dimana aku dan Rakka pertama
bertemu. Lokasi itu menjadi tempat pertama pemotretan kami. Atap gedung sebuah
hotel menjadi lokasi kedua pemotretan. Hal yang tak biasa terjadi padaku. Tertawa,
tersenyum dan bercanda kulakukan bersamanya. Magnet ini benar-benar menarik dan
membuatku tak lepas darinya. Mungkinkah aku menyukainya? Haruskah orang yang
sama? Rakka...,dia Rakka, bukan Rikki di masa lalu. Apa dia jelmaan Rikki yang
telah tiada.
Bandara menjadi lokasi pemotretaan
terakhir. Gerakan angin yang cepat, selalu membuat rambutku beratantakan. Menyebalkan
harus merapikan nya tiap detik. Rakka datang mendekat dan membantuku
merapikannya.
Sampai disini. Hari ini Rakka
mengantarku pulang.
“Aiii” sahut
Rakka tanpa menoleh ke arahku.
”Ya...ada
apa?” tanyaku keheranan
“Kamu kenal Rikki kan ?”
Terediam bingung. Kenapa Rakka
menanyakan hal itu?
“Aku tau
apa yang kamu fikirin. Tapi semua itu
tidak benar”
“Maksud
kamu?” tanyaku.
“Aku bukan Rikki Ai. Aku kembarannya.
Rikki udah nggak ada”
Tegang. Suara mesin seakan tak
terdengar. Ku telan ludah yang menggumpal di lidahku.
“ya...h
aku tau” ujarku dengan dada naik turun.
“Nggak
kamu nggak tau. Selama ini kamu mengira
aku Rikki kan?” lembutnya.
“I..Itu...’’
aku tak bisa menjelaskan apa apa, karna yang di katakan Rakka separuhnya benar.
“Jangan tertekan gitu... Aku cuman ingin tau,
kamu anggap apa aku”
Sedikit lega mendengar ucapan Rakka.
Tapi apa maksud nya?
“Nggak
usah dipikirin! Kita udah sampai, kamu bisa masuk rumah”
“Iya...
Aku masuk dulu”
“hm...” jawabnya dengan sedikit
mengangguk.
******
Esoknya.
Benakku kosong. Entah apa yang ku
lihat, pandanganku mengapung. Di meja kerjaku menumpuk map-map yang harus di
tanda tangani. Hari ini benar-benar tidak bersemangat. ”Rzzz...rzzz...”
getar Hp-ku. Panggilan masuk dari Rakka.
Heran, mengapa Rakka menghubungiku siang-siang?
“Hallo..
Ada apa Rakka?”
“Aii, bisa
kamu datang ke bandara sekarang?”
“Maaf
Rakka aku gak bisa. Aku ada rapat penting.
Jadi, maaf ya...” ujarku dengan nada sesal.
“Hm...
Jadi, kamu ada rapat. Gak papa kok“, suranya merendah. Sepertinya dia kecewa.
“Kalau
rapatnya selesai, aku langsung kesana yah”
“Nggak usah buru-buru. Nggak akan
sempat“, suaranya semakin merendah hingga tak terdengar jelas di telingaku.
Aku bingung. Aku heran. Namun tak ada
peluangku memikirkannya. Rapat akan dimulai, aku harus bergegas ke ruang rapat.
Rapat usai. Berlari, tak pernah
kulakukan hal itu di kantorku namun hari ini pengecualiannya. Ku hidupkan mesin
mobil dengan dada naik turun. Ku injak gas sekuat mungkin. Ku arahkan ke
bandara.
******
Waktu
begitu cepat berlalu. Semuanya seakan berlarian di depanku. Namun tak satupun
dari mereka, dia. Apa yang harus ku lakukan? Apa dia pergi? Apa aku kehilangan
dia? Tidak....!
“Tidak mungkin...Tidak untuk yang
kedua kalinya...Tidak untuk Gerhanaku. Tidak untuk lalat yang terbang di
benakku.”
Seorang gadis bermata celang dengan
jalinan rambut yang indah, datang mendekatiku. Diberinya sebuah camera padaku.
Kemudian kulihat foto-foto didalamnya. Air mataku mengalir sendiri melihat beberapa foto tanpa kusadari. Fotoku sebelum
bertemu dengannya. Ya ampun, Rakka yang terlebih dahulu menyukaiku. Bukan aku? Jadi 3 lokasi pemotretan itu ialah tempat
dimana ia memandangiku.
Sinar di
bibirku terpancar di tengah hujan mataku. Disana kulihat gambarnya memegang
sebuah kertas bertulis :
“Kpd Kesayangan,
Tunggu aku 1 bulan lagi... Kan ku
bawakan sesuatu yang berkilau untuk jari
manismu.”
Rakka.
Tidak ada komentar untuk "Gerhana"
Posting Komentar